Belajar dari Batas Negara

Jumat, 01 April 2022

Hentikan Kekerasan terhadap Anak

 Usia dini (0-6 tahun) sering dinamakan masa golden age atau usia keemasan dimana struktur otak mirip dengan spon dengan daya serap tinggi terhadap informasi. Pada masa ini, anak sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan mampu menyerap berbagai informasi yang menjadi dasar bagi kehidupan selanjutnya (Sugiyono, 2008). Anak usia dini memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menunjang perkembangan yang optimal. Kebutuhan utama pada usia dini ini diantaranya adalah, kebutuhan jasmaniah-biologis, rasa aman terjamin (security and savety), rasa kasih sayang dan dihargai (love and esteem), serta aktualisasi diri (self actualization).

Kehadiran seorang anak di sebuah keluarga tidak selamanya mendapatkan perlindungan yang layak, khususnya dari orangtua. Beberapa anak yang kurang beruntung mendapatkan perlakuan keras, penelantaran bahkan penyiksaan yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri. Kondisi ini menyebabkan kebutuhan utama seorang anak tidak terpenuhi. Lebih lanjut jika dilihat dari perspektif perkembangan sosial emosi, bagaimana sebuah keluarga memberikan perlakuan pada anak akan menentukan sukses atau tidaknya anak tersebut berinteraksi dengan lingkungannya kelak. Hal ini berkaitan dengan sikap secure atau insecure khususnya ketika anak berada di lingkungan baru tanpa pendampingan orangtua (Puspitasari & Wati, 2018). Anak yang mendapatkan cukup kasih sayang dari orangtuanya cenderung lebih berani ketika masuk dalam lingkungan baru dibandingkan anak yang tidak mendapatkan kasih sayang serupa.

Hasil survey KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91% anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6% di lingkungan sekolah dan 17.9% di lingkungan masyarakat. Anak yang mendapat kekerasan dari orangtua akan mengalami dampak internal maupun eksternal. Secara internal, anak yang mendapatkan kekerasan dan kurang kasih sayang dari orangtuanya menjadi salah satu faktor kecemasan (Tamisa, 2016). Penekanan yang dialami oleh anak dapat memunculkan rasa takut yang membatasi kebebasan dalam bereksplorasi. Sedangkan secara eksternal, anak akan melihat kekerasan yang dilakukan orangtuanya sehingga menyimpan peristiwa tersebut dalam ingatan dan mungkin menirukannya di kemudian hari. Sebanyak 78.3% anak melakukan kekerasan karena memiliki pengalaman sebagai korban kekerasan sebelumnya (Setyawan, 2015). Data tersebut dapat dikaji berdasarkan pandangan Bandura mengenai konsep modelling.

Modelling atau meniru merupakan salah satu cara belajar pada anak usia dini dengan mengobservasi, mengingat, mereproduksi, kemudian mendapat motivasi dari orang di sekitar (Connolly, 2017). Kekerasan terhadap anak menjadikan anak tidak berdaya sehingga memiliki dampak negatif terhadap perkembangan psikologisnya. Beberapa bentuk kekerasan yang biasanya dilakukan pada anak seperti kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Kekerasan fisik dalam hal ini adalah segala bentuk kontak fisik yang dilakukan untuk melukai atau menyakiti orang lain. Sedangkan kekerasan emosional apabila orangtua mengabaikan anak ketika meminta perhatian (Putri & Santoso, 2012). Kekerasan psikologis dapat berupa ejekan, degradasi, perusakan harta benda, kritik yang berlebihan, tuntutan yang tidak pantas, pemutusan komunikasi dan pelabelan atau penghinaan (Nindya & Margaretha, 2012).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekerasan pada anak adalah perlakuan terhadap anak yang dapat menyakiti fisik maupun emosional anak sehingga menimbulkan kejiwaannya terganggu atau tidak stabil. Pelaku kekerasan bisa saja berasal dari orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak itu sendiri, misalnya orang tua, kerabat dekat, tetangga, hingga guru. Beberapa alasan orangtua melakukan kekerasan pada anak antara lain adanya riwayat orangtua mengalami kekerasan saat kecil, imaturasi emosi, kepercayaan diri rendah, kurangnya dukungan sosial, memiliki banyak anak hingga ketidaktahuan mengenai pengasuhan (Widiastuti & Sekartini, 2005) . Padahal orangtua adalah sosok yang paling 

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar